Selasa, 18 Agustus 2015

Inilah beda peristiwa KESURUPAN menurut Islam, Ilmu Psikolog dan Ilmu Kedoketarn, waspadai penyebabnya dan atasi dengan cara ini..!!! (lanjuttan 4)

SEBELUMNYA


Dari beberapa peristiwa kesurupan di Tanah Pasundan yang diamati, ada pola dalam kesurupan . Pelaku sebelum mengalami kesurupan mengalami peristiwa yang penuh tekanan. Penanganan menggunakan cara-cara normal dipandang pelaku malah membawa ke jalan buntu. Di sisi lain dalam budaya Sunda ada ketidaksadaran kolektif menyatakan bahwa tersedia jalan keluar untuk hal-hal yang sudah buntu, yaitu kesurupan. Pilihan yang nyurup pun sedemikian terbatas, yaitu beberapa tokoh yang dikenal dalam mitologi Sunda dan Harimau. Harimau diyakini sebagai alihwujud dari Silihwangi yang ngahiang/moksa. Permintaan sang tokoh saat surup dapat diperkirakan, yaitu meminta sejumlah hal kecil seperti kopi, tembakau, sirih dan permintaan lain yang merupakan simbolisasi dari masalah pelaku.

Di Bali, kesurupan atau kerawuhan dipandang sebagai hal netral. Dalam alam budaya Bali, manusia adalah jagat alit dan semesta adalah jagat agung. Insan-insan suci seringkali dipilih oleh ruh suci untuk mengkomunikasikan hal yang harus dan tidak boleh dilakukan kepada komunitas di suatu wilayah. Peranan pedanda (tetua agama) di Bali adalah mengalihbahasakan apa yang disampaikan ruh yang surup di diri pelaku kepada komunitas.

Di Jawa, kesurupan seringkali diyakini sebagai masuknya ruh-ruh jahat yang diyakini berada di teritori tertentu yang merasakan bahwa dirinya terganggu oleh pelaku. Ada sejumlah cara yang dilakukan agar sang ruh jahat segera keluar dari diri pelaku . Ada sejumlah sesaji dan ritual yang harus disiapkan agar sang pelaku selanjutnya aman.

Kamus Bahasa Inggris-Indonesia yang disusun oleh Hassan Shadily, John M. Echols.(Gramedia:1988) menyatakan Trance = kesurupan. Pengertian ini dapat kita analisis bahwa penyamaan Trance dengan kesurupan tidaklah tepat. Karena Trance kebiasaannya terjadi pada seseorang yang memaikan suatu kesenian. Dalam artian keadaanTrance dikondisikan sedemikian rupa. Berbeda dengan kesurupan yang seseorang yang sebelumnya tidak berusaha menginginkan terjadinya hal tersebut, tetapi karena factor kejiwaany yang lemah dan terganggu.

Trance berbeda dengan kesurupan. Dalam fenomena kesurupan, seseorang mengalami keadaan trance akan tetapi tidak setiap keadaan trance adalah kesurupan. Trance dapat terjadi saat seseorang fokus, relaks, menikmati, larut dan berminat atas sesuatu. Trance bisa terjadi kapan pun mulai anda menikmati membaca tulisan ini, main games, menikmati olahraga atau menari, bermain atau mendengarkan musik.

Fenomena trance mudah dilihat pada saat orang Aceh sedang menarikan Saman atau mendendangkan kisah perang sabil, Saat orang Batak sedang bagondang, saat penari piring dari ranah minang asyik menari hingga nyaman berdiri dan menggerakkan kaki di atas tumpukan beling, saat para Jawara memainkan debus di Banten, saat Aki-aki dari Garsela (Garut Selatan) ngengklak surak ibra, saat penari jaran kepang tegang dan mengunyah beling, saat penari Reog Ponorogo tubuhnya kuat membawa topeng macan dengan bulu merak sambil memanggul warok, saat penari barong di Bali mencabut keris, memejamkan mata dan menusukkan keris ke dadanya, saat penari bugis membakar tubuhnya dengan api, saat penari Maluku memainkan bambu gila, dan saat tarian perang dilakukan para pemuda dari papua.




C. Kesurupan sebagai salah satu gangguan kepribadian dalam Psikologi



Dalam kategori diagnostik utama, psikopatologi secara garis besar dibagi menjadi dua bagian, yaitu neurosis dan psikosis. Neorosis pada mulanya diartikan sebagai gangguan” ketidakberesan susunan syaraf”, tetapi para psikolog akhirnya mengubah pengertiann ya dengan gangguan-gangguan yang terdapat pada jiwa seseorang.” Perubahan pengertian ini diakibatkan oleh hasil penelitian bahwa penyebab neurosis bukan hannya ketidakberesan syaraf, tetapi juga ketidakberesan sikap, perilaku, atau aspek mental seseorang. 

Ciri utama neurosis ditandai dengan; (1) wawasan yang tidak lengkap mengenai sifat-sifat dan kesukarannya, 2) konflik; 3) reaksi kecemasan; 4) kerusakan parsial atau sebagian dari kepribadiannya; 5) seringkali disertai fobia, gangguan pencernaan dan tingkah laku obsesif-kupulsif. Bentuk-bentk neurosis adalah hysteria, reaksi kecemasan, neurasthenia (ditandai dengan kelemahan yang berlebihan, kelelahan, keluhan-keluhan, cacat fungsi pada jeroan dan dalam rongga perut, serta kecemasan. 
Kesurupan bisa kita pahami secara ilmiah sebagai tindakan alam bawah sadar seseorang sebagai reaksi terhadap tekanan yang dihadapi. Sehingga dengan demikian kesurupan bukanlah akibat masuknya makhluk halus tetapi dia merupakan sebab dari lemah jiwa seseorang.


D. Kajian Psikologi tentang Kesurupan


Dalam kajian psikologi ada dua perspektif yang dapat digunakan untuk melihat kasus kesurupan yaitu kajian psikoanalisa dan psikologi transpersonal. Salah seorang pakar dalam psikoanalisa adalah Carl Bustav Jung.

a. Ketidaksadaran dalam pandangan Jung
C.G. Jung (Swis, 1875-1961) adalah tokoh yang paling penting untuk psikoanalisis (psikologi dalam) di samping Sigmund Freud dan Alfred Adler. Psikologi dalam (depth psychology) menemukan ketegangan antara hidup sadar dan tidak sadar dan menganalisa “ketidaksadaran” sebagai suatu lapisan psikologi manusia (di samping pikiran yang disadarinya) yang mempengaruhi perasaan, pikiran dan tindakan manusia. Ketidaksadaran itu muncul misalnya dalam mimpi-mimpi atau juga dalam mitos-mitos dan gambar-gambar religius.

Menurut C.G. Jung, ketidaksadaran punya dua lapisan, yaitu ketidaksadaran individual yang isinya dibentuk oleh pengalaman-pengalaman pribadi yang digeserkan ke bawah sadar, dan ketidaksadaran kolektif (collective unconsciousness) yang isinya merupakan warisan yang dimiliki semua manusia sebagai bagian dari kodratnya. Kedikaksadaran adalah “segala endapan pengalaman nenek moyang yang diturunkan sejak berjuta tahun yang tak dapat disebut yang sepenuhnya mengendalikan, gema peristiwa dari dunia prasejarah, yang oleh zaman selanjutnya ditambah sedikit demi sedikit penganekaragaman dan pembedaan-pembedaan”. Adanya ketidaksadaran itu bisa menjelaskan kenyataan bahwa baik dalam mimpi-mimpi individual maupun dalam budaya-budaya dan agama-agama yang berbeda, muncul motif-motif yang sama tanpa adanya hubungan tradisi satu sama lain atau diakibatkan oleh pengalaman konkret.

Ketidaksadaran adalah tempat dimana agama dan simbol-simbol religius berakar. Jadi, ketidaksadaran bukan hanya dasar kemampuan manusia untuk mengembangkan agama dan simbol-simbol religius dan “pintu masuk” yang membuka lubuk jiwa manusia untuk pengalaman religius, tetapi juga menyediakan materi-materi untuk gagasan-gagasan keagamaan.

Materi yang disediakan oleh ketidaksadaran untuk proses itu, oleh C. G. Jung disebut “arketipe”, yaitu “gambaran arkais, kuno dan universal, yang sudah ada sejak zaman yang amat silam. Dalam kata Jung, arketipe ‘merupakan bentuk atau gambaran yang bersifat kolektif yang terjadi praktis di seluruh bumi sebagai unsur kisah suci dan dalam waktu yang sama merupakan hasil asli dan individual yang asal-usulnya tidak disadari’. Arketipe itu secara laten tersembunyi dalam semua orang dan akan diberi ungkapan simbolis menurut situasi historis di mana orang itu tercakup. Konsep arketipe itu mengambil bentuk simbolis dalam berbagai ungkapan religius, dan menggambarkan solidaritas terdalam antara berbagai tradisi keagamaan umat manusia”. Jadi, simbol-simbol dasar dari agama-agama (misalnya: Tuhan, ayah/ibu, simbol-simbol untuk keberadaan transenden dan keseluruhan/keesan dll.) sudah berada di dalam ketidaksadaran setiap individu, mereka merupakan ide-ide yang pra-sadar dan primordial, dan merupakan dasar untuk pengalaman-pengalaman religius yang langsung. Mereka mencermrinkan struktur kepribadian manusia dan menunjuk kepada keberadaan yang transenden. 
b. Unsur kepribadian dalam paradigma Psikoanalitik Jung


Doktrin Jung yang dikenal dengan psikologi analitis (analytical psychology), sangat dipengaruhi oleh mitos, mistisisme, metafisika, dan pengalaman religius. Ia percaya bahwa hal ini dapat memberikan keterangan yang memuaskan atas sifat spiritual manusia, sedangkan teori-teori Freud hanya berkecimpung dengan hal-hal yang sifatnya keduniaan semata. Jung mendefinisikan kembali istilah-istilah psikologi yang dipakai pada saat itu, khususnya yang dipakai oleh Freud. Ego, menurut Jung, merupakan suatu kompleks yang terletak di tengah-tengah kesadaran, yakni keakuan. Istilah Freud lainnya yang didefinisikannya kembali adalah libido. Bagi Jung, libido bukan hanya menandakan energi nafsu, tetapi semua proses kehidupan yang penuh energi: dari aktivitas hubungan sampai penyembuhan.

Id, ego, dan superego, adalah istilah istilah yang tak pernah dipakai oleh Jung. Sebagai gantinya, ia menggunakan istilah conciousness (kesadaran), personal unconciousness (ketidaksadaran pribadi), dan collective unconciousness (ketidaksadaran kolektif) Conciousness dan personal unconciousness sebagian dapat diperbandingkan dengan id dan ego, tetapi terdapat perbedaan yang sangat berarti antara superego-nya Freud dengan collective unconciousness, karena Jung percaya bahwa yang terakhir ini adalah wilayah kekuatan jiwa (psyche) yang paling luas dan dalam, yang mengatur akar dari empat fungsi psikologis, yaitu sensasi, intuisi, pikiran, dan perasaan. Selain itu, juga mengandung warisan memori-rasial, leluhur dan historis. 



c. Kajian teori Jung terhadap Kasus Kesurupan



Indonesia merupakan bangsa kaya budaya termasuk budaya kesurupan, bahkan di daerah daerah tertentu malah sengaja untuk kesurupan, dan menjadi tontonan menarik seperti reog, kuda lumping, debus dan tari kecak. Budaya ini lah yang menjadi arketip arketip yang tersimpan dalam ketidaksadaran kolektif dan inilah yang banyak mempengaruhi terjadinya kesurupan di indonesia.



Setiap kita memiliki potensi untuk kesurupan karena memang bawah sadar kita dalam collective unconciousness berisi mitos mitos seperti memedi pocong, wewe gombel, jin penunggu rumah, jin penunggu sungai, dan banyak lagi, bahkan penunggu laut selatan. Mitos inilah yang turun menurun dari jaman dulu terus hingga sekarang. Ditambah lagi pengalaman masa kecil yang sering ditakut takuti dengan berbagai macam hantu dan segala varian nya, yang kemudian tersimpan dalam personal unconciousness sehingga kedua kenyataan itu klop membentuk suatu sistem keyakinan dan kepercayaan yang setiap saat bisa muncul bila ada pemicunya (precipitating event).



Dalam kasus kesurupan masal yang menjadi precipitating event adalah teman yang sudah kesurupan, dalam istilah hipnotisme teman yang sudah kesurupan menginduksi bawah sadar teman lainnya sehingga seperti penyakit menular yang bila tidak diisolasi akan mewabah ke yang lain.


(halaman selanjutnya cara menangani kesurupan)


SEBELUMNYA